Seputar Dunia IT dan Fakta Unik Lainnya

Friday 23 September 2016

Makalah - ETIKA SUKU BATAK

Makalah - ETIKA SUKU BATAK

Batak, dapat diartikan sebagai saatu wilayah, biasa disebut tano batak (tanah batak , yaitu daerah sekitar danau toba di Sumatra Utara. Batak juga berarti etnis bangsa, disebut bangso batak yang oleh belanda dipecah-pecah menjadi Batak toba, batak karo, batak simalungun, batak dairi, batak Angkola-Mandailing, dan Batak Nias, dan akhir-akhir ini dikenal pula batak pesisir dan batak melayu.

Dewasa ini kita bisa mengenal masyarakat batak yang terdiri dari :
  • Batak Toba, menghuni Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan
  • Batak Simalungun, menghuni bagian timur Danau Toba
  • Batak Karo, menghuni Kabupaten Karo, Langkat dan Medan
  • Batak Pakpak (Dairi) menghuni Kabupaten Dairi
  • Batak Pesisir, menghuni pantai barat, antara Natal ke Singkil
  • Batak Angkola, menghuni Sipirok - Padang Sidempuan
  • Batak Mandailing, menghuni Pakantan dan Muara Sipongi
  • Batak Melayu, masyarakat melebur ke Melayu pesisir timur
  • Batak Nias, menghuni Pulau Nias dan sekitarnya.

Sesuai dengan penjabara subetnis batak diatas, bukan berarti dalam daerahnya bukan hanya subetnis tertentu saja. Dewasa ini sudah ada pembauran dimasing-masing batak. Misalnya : di kabupaten simalungun yang terdapat di pematangsiantar, penduduknya bukan hanya Batak Simalungun saja, tetapi Batak Toba juga sangat banyak mendiami daerah tersebut. Masing-masing sub etnis batak tersebut memiliki bahasa nya masing-masing. Jadi orang batak toba belum tentu bisa memahami bahasa batak karo, begitu juga sebaliknya

BAB 1 Sistem Kekerabatan  (Partuturan)

System kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba, termasuk hal yang sangat penting dan berperan banyak dalam menuntun perilaku hidupnya sehari-hari. Dengan ikatan aturan system kekerabatan itu masyarakat batak dapat hidup dalam bimbingan sopan santun, berdedikasi, bertanggungjawab. Dengan tutur sapa kekerabatan, masyarakat batak bias berbicara lebih sopan, lebih beradab dan berbudaya. Oleh karena itu, dalam masyarakat batak toba, dalam bertutur kata dan memanggil sapaan seseorang tidaklah sembarangan. Karena sudah ada sapaan panggilan terhadap orang lain maupun kerabat keluarga, diantaranya 

A.Tutur-Sapa Awal 

Saat kita bertemu dengan seseorang yang belum kita kenal dengan baikl, maka unutk berkomunikasi dengan beliau, hendaklah digunakan Tutur sapa awal sebagai berikut ;
  1. Ompung,bagi seseorang Orangtua yang memang sudah tua; orang tua dari orangtua kita. Dalam artinya bahasa Indonesia ialah Kakek atau Nenek.
  2. Amang, bagi seorang bapak ( Ayah )
  3. Inang, bagi seorang Ibu
  4. Tulang, kepada Orangtua yang satu marga dengan Ibu kita
  5. Bapa Uda, kepada orangtua yang satu marga dengan Ayah kita
  6. Lae, bagi sesame laki-laki yang sebaya kita (khusus buat laki-laki)
  7. Ito, seseorang perempuan yang sebaya dengan kita
  8. Ampara, bagi sesama laki-laki yang satu marga dengan kita
  9. Eda, bagi sesama wanita yang umurnya sebaya

B.Tutur-Sapa yang paling akrab

  1. NAMBORU : Kakak atau adik perempuan dari Ayah kita. Baik sebelum beliau menikah maupun sesudahnya. Namboru merupakan seorang teman yang paling sesuai. Seorang remaja lelaki, akan sangat berceloteh kepada berbagai macam hal kepada Namborunya. Bicara seenaknya saja, dan tidak ada rasa sungkan, dan tidak akan dihantui oleh rasa marah.
  2. INANG BAJU : Adik (masih belum menikah) dari Ibu kita. Tempat mencurahkan perasaan. Biasanya wanita lebih suka cerita kepada Inang baju daripada Namborunya.
  3. PARIBAN ( BORU NI TULANG) : semua anak gadis dari Tulang kita. Kita pasti cepat akrab. Zaman dahulu, umumnya boru ni tulang dianggap sebagai bakal istri.


C.Tutur-Sapa yang berpantangan (Parsubangon)

Dalam bahasa batak, subang berarti pantang. Dan sesuai aturan baku masyarakat batak toba, terdapat 5 macam tutur sapa yang ditetapkan sebagai hal yang harus dijaga dengan hati-hati dan penuh rasa hormat.

Bagi sebahagian masyarakat batak toba yang sudah maju sekarang, bias saja mengganggap aturan ini sebagai hal yang menggelikan. Akan tetapi, aturan baku ini telah membina hidup masyarakat batak toba dengan etika keluarga yang baik, berguna untuk menumbuhkan rasa segan dan rasa saling hormat-menghormati. 

Inilah tutur sapa yang berpantangan tersebut
  1. NAMARBAO, yaitu antara kita sendiri dengan hula-hula kita (yang perempuan). Kita harus menyapa beliau dengan kata INANG dengan penuh rasa hormat dan segan. Lebih segan dan hormat daripada memanggil inang kepada Ibu yang lain. Bahkan harus ditambahi dengan “halaki nang bao, atau halak ina ta”. Tujuanny auntuk menunjukkan rasa hormat kepada beliau.  Tidak boleh berbicara berduaan, atau berdekatan, apalagi sampai senggolan. Itu amat dipantangkan. Tidak perlu menyalam langsung tangan beliau, cukup menundukkan kepaladan  berucap : “horas  ma ninna hamu inang,”.  Tidak boleh duduk berhadapan seberang meja. 
  2. NAMARANGGI BORU: yaitu terhadap Isteri dari adik kita Laki-laki. Sama dengan NAMARBAO, tidak boleh disebut namanya, jangan senggolan, jangan duduk berdekatan atau langsung berhadap-hadapan. Namun Isteri kita sering menjadi dekat dengan beliau.
  3. NAMARHAHADOLI ; tutur sapa yang digunakan isteri adik laki-laki kita sendiri kepada kita. Sama dengan nomor 2.
  4. MARPARUMAEN  :   isteri   dari   putera   kita.   Tidak   boleh   langsung   ditegur, dipanggil atau disuruh. Karena bila seseorang sudah menjadi mantu, itu berarti harkat kemanusiaan kita sedang menuju sempurna. Sebentar lagi kita sudah punya cucu, satu kebanggaan yang sangat diidamba. Pantangan hampir sama dengan yang diatas. Tidak boleh senggolan, berbicaralah hendaklah segan, tidak sembarangan ataupun bercanda. Pada zaman dahulu cara penyampaian pesan nya begini “ santabbi tiang, haru patu hamu ma sipanganonta di meja I, nunga male iba “ artinya Permisi tiang, kamu buatkanlah nasi di meja itu, saya sudah lapar”. Jadi tianglah yang menjadi alat untuk menyampaikan pesan tersebut agar tidak berkomunikasi langsung.
  5. NAMARSIMATUA ; Tutur sapa dari si mantu kepada mertua. Tetap saja tidak boleh langsung bicara. Karena itu sang mantu hendaknya segera sigap melaksanakan tugasnya di rumah. Jangan sampai ada perintah dari mertua

BAB 2 Makna Kebudayaan Batak

Tata nilai kehidupan suku Batak di dalam proses pengembangannya merupakan pengolahan tingkat daya dan perkebangan daya dalam satu sistem komunikasi meliputi : 
  • Sikap Mental (Hadirion)• Sikap mental ini tercermin dari pepatah : babiat di harbangan, gompul di alaman. Anak sipajoloon nara tu jolo.
  • Nilai Kehidupan (Ruhut-ruhut Ni Parngoluon)  Pantun marpangkuling bangko ni anak na bisuk. Donda marpangalaho bangkoni boru na uli. (pantun hangoluan tois hamagoan).

1 Cara Berpikir (Paningaon)

Raja di jolo sipatudu dalan hangoluan.  Raja di tonga pangahut pangatua, pangimpal, pangimbalo (pemersatu).  Raja di pudi siapul natangis sielek na mardandi


2 Cara Bekerja (Parulan)

Mangula sibahen namangan  Maragat bahen siinumon Logika (Ruhut, Raska, Risa) Aut so ugari boru Napitupulu na tumubuhon au, dang martulang au tu Napitupulu

3 Etika (Paradaton)

Tinintip sanggar bahen huru-huruan  Nisungkun marga asa binoto partuturon

4 Estetika (panimbangion)

Hatian sora monggal ninggala sibola tali

BAB 3 Sastra kebijaksanaan Batak Toba 

1 Berkaitan dengan Penderitaan Manusia

  • Nunga bosur soala ni mangan
  • Mahap soala ni minum
  • Bosur ala ni sitaonon
  • Mahap ala ni sidangolon

Arti harafiah dan leksikal : Sudah kenyang bukan karena makan Puas bukan karena minum Kenyang karena penderitaan Puas karena kesedihan/dukacita 

Sedangkan arti dan makna terdalam : Syair pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang berkepanjangan yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai takdir. Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak Toba) harus diterima dengan pasrah saja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana pendidikan, yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup, menyingkirkan sifat sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orang tua, raja, hula-hula (kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na Bolon.

Jenis pantun ini ialah “pantun andung” (pantun tangisan) pada penderitaan. Pantun ini diungkapkan pada waktu mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita), misalnya pada saat kematian orang tua, sahabat dan famili.

2 Berkaitan dengan Nasihat dan Larangan Melakukan Perzinahan : 

  • Silaklak ni dandorung
  • Tu dangka ni sila-sila
  • Ndang iba jumonokjonok
  • Tu na so oroan niba

Arti harafiah dan leksikal : 
  • Kulit kayu dandorung
  • Ke dahan kayu silasila
  • Dilarang mendekati perempuan/wanita
  • Jika tidak istri sendiri



Arti terdalam : Dua baris terakhir dari syair pantun di atas menasehatkan kepada semua pria agar tidak mendekati seorang perempuan/wanita yang tidak istrinya. Nasehat ini merupakan usaha untuk menghindari tindakan perzinahan dan sekaligus merupakan larangan untuk tidak melakukan perzinahan. Seorang laki-laki yang mendekati perempuan yang bukan istrinya dan melakukan hubungan seksual disebut berzinah. Orang yang melakukan perzinahan dihukum dan terkutuk hidupnya. 

Jenis Sastra : Pepatah nasehat ini digolongkan ke dalam pantun nasehat atau pepatah nasehat (Batak: umpama etika hahormaton, adat dohot uhum). Pepatah ini digunakan pada kesempatan pesta adat, pesta perkawinan, dan pada hari-hari biasa serta pada kesempatan yang biasa juga. Juga sering diungkapkan pada waktu diadakan musyawarah kampung karena adanya tindakan pelanggaran perkawinan. Biasanya orang yang berzinah dihukum secara adat.


3. Berkaitan dengan Etika Kesopanan (sopan santun) : 

” Pantun hangoluan, tois hamatean!”

Arti harafiah dan leksikal : Sikap hormat dan ramah mendatangkan kehidupan dankebaikan; sikap ceroboh atau sombong (tidak tahu adat) membawa kematian/malapetaka.

Arti terdalam : sopan santun, sikap hormat dan ramah tamah akan membuahkan hidup yang mulia dan bahagia (baik), sedangkan sikap ceroboh dan sombong (angkuh) akan menyebabkan kematian, penderitaan, malapetaka dalam hidup seseorang. Pada umumnya orang yang sopan memiliki banyak teman yang setia, ke mana dia pergi selalu mendapat perlindungan dan sambutan dari orang yang dijumpainya. Sedangkan orang yang ceroboh dan sombong sulit mendapat teman bahkan sering mendapat lawan dan musuhnya banyak. Yang seharusnya kawan pun menjadi lawan bagi orang yang seperti ini.

Jenisnya dan digunakan pada kesempatan : Sastra ini tergolong dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat. Pepatah etika sopan santun. Biasanya digunakan pada kesempatan memberangkatkan anak, famili atau sahabat yang hendak pergi ke perantauan. Dan pepatah ini digunakan sebagai nasehat orang-orang tua kepada anakanaknya.


4. Berkaitan dengan “Janji atau nazar” yang harus ditepati:

  • Pat ni satua
  • Tu pat ni lote
  • Mago ma panguba
  • Mamora na niose 


Arti harafiah dan leksikal : 
  • Kaki tikus
  • Ke kaki burung puyuh
  • Lenyap/hilanglah si pengingkar janji
  • Dan kayalah yang diingkari


Arti terdalam : seorang yang mengingkari janji, apalagi sering-sering mengingkari akan hilang lenyap (mati) karena tindakannya dan orang yang diingkari akan menjadi kaya. Orang yang mengingkari janji dikutuk dan ditolak oleh masyarakat umum, sedangkan orang yag diingkari mendapat penghiburan dan pengharapan yang baik dari sang pemberi rahmat. Dia akan menjadi kaya dalam hidupnya. Padan adalah janji atau perjanjian, ikrar yang disepakati oleh orang yang berjanji. Akibat dari pelanggaran padan lebih daripada hukum badan, karena ganjaran atas pelanggaran padan (janji) tidak hanya ditanggung oleh sipelanggar janji (padan), tetapi juga sampai pada generasi-keturunan berikutnya. Ada unsur kepercayaan kutukan di dalamnya. Padan bersifat pribadi dan rahasia, diucapkan tanpa saksi atau dengan saksi. Jika padan diucapkan pada waktu malam maka saksinya ialah bulan maka disebut padan marbulan. Dan jika diucapkan pada siang hari saksinya ialah hari dan matahari disebut padan marwari. Nilai menepati janji cukup kuat pada orang Toba. Ini mungkin ada kaitannya dengan budaya padan yang menyatakan perbuatan ingkar janji merupakan yang terkutuk.


Jenis pantun dan digunakan pada kesempatan : pantun ini tergolong ke dalam pepatah (Batak : umpama) nasehat kepada orang yang berjanji (Batak: marpadan). Pepatah ini digunakan pada kesempatan ketika menasehati orang yang sering menginkari janji. Pada upacara adat terjadi pembicaraan dan berkaitan dengan pengadaan perjanjian. Nasehat ini diberikan dan disampaikan oleh orang tua dari kalangan keluarga. Ini merupakan unsur sosialisasi untuk mendidik orang Toba menjadi orang yang konsekuen dalam bertindak.

5. Berkaitan dengan Kehidupan Sosial Masyarakat :

  • Ansimun sada holbung
  • Pege sangkarimpang
  • Manimbuk rap tu toru
  • Mangangkat rap tu ginjang


Arti harafiah dan leksikal :
  • Mentimun satu kumpulan
  • Jahe satu rumpun batang
  • Serentak melompat ke bawah
  • Serentak melompat ke atas

Arti terdalam : Umpama ini digunakan untuk kerabat sedarah dan dari satu keluarga (Batak: dongan sabutuha). Pepatah ini mengisyaratkan kebersamaan untuk menanggung duka dan derita, suka dan kegembiraan. Sejajar dengan ungkapan:”ringan sama dijingjing, berat sama dipikul”. Dari ungkapan ini terbersit arti mendalam dari kekerabatan yang dianut oleh orang Batak Toba. Kekerabatan mencakup hubungan primordial suku, kasih sayang dipupuk atas dasar hubungan darah.Kerukunan diusahakan atas dasar unsur-unsur Dalihan Na Tolu. Hubungan antar manusia dalam kehidupan orang BatakToba diatur dalam sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Hubungan ini telah disosialisasikan kepada generasi dari generasi ke generasi berikutnya. Hubungan ini telah ditanamkan kepada anak sejak dia mulai mengenal lingkungannya yang paling dekat, misalnya dengan orang tua, sanak saudara dan kepada famili dekat. Pengertian marga dijelaskan dengan baik sesuai dengan kode etik Dalihan Na Tolu. Tata cara kehidupan, cara bicara, adat-istiadat diatur sesuai dengan kekerabatan atas dasar Dalihan Na Tolu itu. 


Jenis sastra : tergolong dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan. 


Download Makalah - ETIKA SUKU BATAK DISINI



No comments:

Post a Comment

BILA ANDA MEMASUKKAN LINK HIDUP, MAKA AKAN OTOMATIS TERDELETE..

Blog Archive